Bismillahirrahmanirrahim..
Saat membaca tulisan ini, mungkin sahabat telah mencapai separuh dari seluruh perjalanan kisah-kisah sahabat GAMUS yang tak terlupakan, atau bahkan baru saja memulainya.
Entah dimanapun posisi kita sekarang, bukan sebuah kebetulan bahwa kita semua dipertemukan pada halaman ini, karena saya yakin bahwa satu-satunya sebab yang mengantarkan sahabat membaca tulisan ini adalah takdir.
Ya, bukan karena bagus dan menariknya tulisan ini, apalagi jika lantaran saya adalah seorang (yang katanya) penulis, meskipun saya juga sedang berusaha menjadi seorang penulis. Semoga dari tulisan yang sederhana ini saya bisa menjadi lebih baik dari apa yang sahabat bayangkan.
Inilah sedikit kisah perjalanan seorang pengelana terasing, yang menemukan peradabadan, hingga akhirnya kembali terasing.
**
Awal perjumpaan dengan GAMUS
Layaknya seorang yang hendak pergi ke sebuah tempat yang asing, pastilah ada kekhawatiran tentang bagaimana nasib saya di tempat yang belum pernah saya kenal sebelumnya, tempat dimana saya mungkin tidak mengenal siapa-siapa, tempat dimana saya tidak tahu harus berbuat apa.
Meskipun sejak kecil saya sudah cukup akrab dengan Bandung karena setiap momen lebaran selalu ada agenda silaturahim ke kerabat-kerabat di sini, tentunya pengalaman semasa kecil dengan apa yang akan dialami nanti sebagai Mahasiswa tidak bisa disamakan.
Banyak sekali pertanyaan dalam diri: "Apakah saya bisa bertahan disini?", "Apakah saya akan bertemu dengan orang-orang yang ramah dan bisa membantu saya?" dan kekhawatiran-kekhawatiran lain yang saling bermunculan kala itu. Tidak lain karena saya adalah satu-satunya siswa dari SMA 1 Gresik yang masuk ke IMT pada tahun itu, di jurusan yang masih terbilang 'baru'.
Latar belakang saya sebagai pengurus Remaja Masjid (remas) yang sehari-hari nongkrong di masjid dan sekretariat DKM, menggerakkan saya untuk pergi mencari 'pelabuhan' baru tempat nongkrong, entah masjid atau syukur-syukur ada semacam Remas-nya. Minimal supaya bisa berduaan dengan 'pacar' saya 'Asri' -yang atas restu dari orang tua, dia saya bawa untuk menemani perjuangan di kota Bandung. Oh ya, Asri ini sebutan untuk laptop Acer saya ya, jangan salah paham, hehe
Jujur, apa yang ada dalam benak saya tentang organisasi keislaman di kampus hampir sebagian besar adalah gambaran seram dan dekat kepada paradigma 'aliran aneh', Saya sendiri menyadari banyak alumni yang berubah drastis setelah menjalani hidup di kampus, baik pemikiran maupun tingkah lakunya. Beda banget dari yang dulu dikenal.
Menjelang masa-masa akhir SMA, biasanya beberapa saat setelah UN selalu diadakan Kajian Kampus oleh para alumni Remas yang isinya membahas tentang kehidupan kampus; dan sebagai suplemennya, dibahas juga tentang organisasi-organisasi dan aliran-aliran Islam yang bakal ditemui di dunia kampus.
Tentu saja acara ini menjadi agenda yang sangat penting dan cukup menyita banyak perhatian, terlebih lagi ketika maraknya isu-isu Bom teroris yang dikaitkan dengan aliran-aliran yang dianggap 'menyimpang', dan merebaknya kasus NII yang dikabarkan juga salah satu pusat penyebarannya berada di Bandung. Kakak-kakak alumni pun pastinya tidak ingin adik-adiknya terpengaruh dan terjerumus kedalamnya. Hal ini membuat saya dan teman-teman sedikit 'paranoid' dan berhati-hati, kalau bisa mah, gak usah ikutan yang gitu-gitu.
Selain IM Telkom, sebenarnya saat itu saya punya beberapa pilihan kampus, yaitu UNIKOM dan UNAIR. Namun, setelah saya istikharah dan berdiskusi dengan orang tua juga saudara, akhirnya saya pun mantap memilih IM Telkom. Dari situ, saya mulai mempelajari semuanya tentang IMT, mulai dari sejarahnya, prestasinya, hingga unit-unit kegiatan yang ada dalamnya. Sebagian besar saya dapat dari hasil browsing dan tanya-tanya ke alumni yang juga sekolah disana, beruntung ada alumni, dan juga saudara sepupu saya yang merupakan mahasiswi ITT (sekarang sudah lulus).
Dengan bekal informasi yang berhasil saya dapatkan di website IMT, saya tahu ternyata disini ada organisasi sejenis Remas, semacam komunitas Mahasiswa Muslim. Saya pun tertarik dan mulai mencari informasi lebih dalam. Kali-kali bisa gabung. Awalnya khawatir juga, jangan-jangan sama ama yang lain.
Setelah saya pelajari akhirnya kekhawatiran saya di awal sedikit sirna karena komunitas itu kurang lebih sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan saya. Alhamdulillah, ngga seseram yang dikira, di sana lebih banyak kegiatan kekeluargaan, perayaan hari besar Islam, event-event yang menarik, dsb. Terlihat dari profil yang dijelaskan, dan foto-foto kegiatan yang ada di blog resminya, menunjukkan suasana yang hampir sama dengan yang biasa saya rasakan ketika di SMA. Salah satunya yang paling menarik adalah momen makan bareng di satu tempat, yang kalau di daerah saya disebut talaman.
Meskipun belum sepenuhnya yakin bakal cocok di sana, tapi prasangka baik aja dulu. Siapa tahu bener. "Alhamdulillah, ternyata ada keluarga seperti remas disini", pikirku kala itu. Ya, nama organisasi itu Keluarga Muslim IM Telkom, yang disingkat GAMUS.
![]() |
Keluarga Muslim Institut Manajemen Telkom (GAMUS) |
**
Baca cerita selanjutnya:
Sama,Bal.. aku juga awal-awal takut ini-itu dan ternyata Gamus itu spesial banget.Bener-bener unik dan beda daripada yang lain.Kekeluargaannya,event nya,nyentriknya..hehe.Mungkin karena anggotanya mahasiswa2 manajemen kali yah,jadinya kreatif banget.
ReplyDeleteNggak nyumbang tulisan buat Buku Cerita Gamus nggak,Bal?Aku juga sebenernya mau nulis tentang cerita2 Gamus di blog.Tapi udah aku sumbangin buat Bucer,jadinya nggak asik kalo ditaro lagi di blog.
iya teh, kepengurusan sepuluh waktu itu emang berkesan banget.
DeleteBuku cerita gamus yang dari himsa? Iya udah teh. Cerita ini juga ada kok di bucer gamus, cuman kalau yang di blog ini lebih lengkap, karena kalau yang di bucer kan terbatas, ngga enak kalau 15 halaman isinya cuman cerita saya.
Jadi, di bucer semacam ringkasannya, nah yang di blog bener-bener full, semua cerita yang 'untold' bisa dengan bebas diceritain... :)