#GamusStory(2): Dewasa Sebelum Waktunya

  • 0
Juli 2010Saya yang belum genap satu minggu menginjakkan kaki di kampus ini, tentu saja penasaran dan ingin menjelajah kampus yang nantinya akan jadi salah satu tempat bersejarah dalam hidup. Saya pun penasaran dan ingin menjelajah kemana-mana. Akhirnya cari-cari info biar nambah wawasan.

Awalnya cukup sulit mendapat informasi di kampus 'elit' ini (kalau tidak boleh disebut terpencil), kampus Setiabudhi yang letaknya di pinggir jalan besar dan hanya berupa gedung 3 lantai, lebih mirip seperti tempat kursus (that's what they said) karena memang jumlah mahasiswanya yang sedikit, hanya sekitar 60 orang (saat itu). Terlebih setelah kepindahan mahasiswa FMDK (yang kemudian berubah menjadi SKM) yang dulunya menghuni kampus ini dengan beragam aktifitasnya, menuju kampus dayeuhkolot, praktis sumber informasi pun ikut berpindah dan akses informasi menjadi sedikit terkendala. Kalau ada apa-apa harus pergi ke kampus Gegerkalong dulu. Tapi bersyukur akhirnya saya jadi tahu banyak info kegiatan kampus dari kunjungan rutin saya ke kampus Gegerkalong.

Rencana Allah memang indah, keinginan saya yang cukup besar untuk bergabung dengan GAMUS pun dijawab oleh Allah tidak lama setelah hari pertama kuliah.  Tepatnya tanggal 6 Juli 2010. Meskipun informasi cukup jarang dan saya pun belum mengenal siapa-siapa kala itu (selain teman sekelas tentunya), informasi tentang kajian GAMUS pun akhirnya saya dapat, entah dapat info dari mana, saya tahu kalau GAMUS ngadain kajian, ya udah saya ikutan.

Masjid al-Murosalah, saksi pertemuan pertama dengan GAMUS (Foto: Afdilla Gheivary)

Sabtu, 10 Juli 2010 - Masjid al-Murosalah Telkom Learning Center menjadi saksi pertemuan saya dengan keluarga baru saya di Bandung. Bukan, bukan ketemu dengan keluarga seorang akhwat alias saya melangsungkan akad nikah, tapi sebuah pertemuan dengan keluarga muslim IM Telkom (GAMUS). Keluarga yang sejak sebelum kuliah sudah saya impikan dan nantikan. Hari itu, atas kehendak Allah, saya pun dipertemukan dengan kakak-kakak dari GAMUS dalam sebuah Kajian, yang saat itu masih dalam suasana Isra' Mi'raj.

Pagi harinya, saya bersiap untuk berangkat menuju Kampus Gegerkalong, kurang lebih sekitar 90 menit waktu tempuh dari tempat paman saya di Ujungberung, yang kala itu menjadi tempat tinggal saya sementara selama saya kuliah di Bandung. Paman pun sempat heran, libur gini kok pagi-pagi mau ke kampus, saya pun memberitahu bahwa saya mau ikut pengajian, dan paman pun mengijinkan.

Jarak yang jauh tak menghalangi niat saya untuk datang ke kajian itu, sekalipun jalanan macet dan berdebu, saya tetap semangat untuk pergi kesana, karena saya sangat ingin bergabung dan bertemu dengan keluarga baru. Sesampainya disana, saya memarkir motor di kampus dan kemudian berjalan ke Masjid Murosalah, tempat diadakannya kajian, sendirian, ngga tahu apa-apa. Jam menunjukkan pukul 10.15, nampaknya saya terlambat karena acara dimulai pukul 09.00.

Ruang Akuarium, ruang serbaguna Masjid Murosalah. Tempat diadakannya kajian.

Sempat kebingungan mencari pintu masuk masjid itu, karena sebagian besar terbuat dari kaca, dan sekilas sulit dibedakan mana jendela mana pintunya. Saya coba buka salah satu pintu, ternyata dikunci. Sembari berjalan saya melihat kakak-kakak itu sedang mengikuti kajian, saya pun menjadi agak sungkan dan hampir tidak jadi masuk. Tapi saya ingat, untuk apa saya jauh-jauh datang kesini kalau tidak jadi ikut? Akhirnya saya pun menemukan pintu masuknya setelah berjalan memutari masjid itu. Untunglah rasa takut sedikit berkurang karena pintunya berada cukup jauh dari kerumunan dan saya pun masuk dari belakang tanpa terlihat mencolok.

Saya yang saat itu masih cupu dan polos, tidak menyangka akan menjadi anggota termuda saat itu, karena bisa dibilang saya adalah satu-satunya mahasiswa baru yang pertama kali ikut kegiatan GAMUS kala itu. Bagaimana tidak, sebab saat hampir seluruh mahasiswa belum melakukan kegiatan di kampus, karena sedang dalam masa liburan semester dan bagi angkatan 2010 pun memang belum waktunya masuk, hanya jurusan saya saja yang sudah memulai perkuliahan.

Selama kajian saya liatin orang yang ada di depan, kayaknya itu moderatornya, kelihatan ramah dan alim banget. Masih ingat sama baju koko birunya dan senyumnya yang khas. Semoga suatu saat bisa kenalan.

Di sela-sela kajian, tampak beberapa peserta yang sesekali menengok kearah saya dengan wajah sedikit heran, mungkin karena saya adalah orang asing dan belum memperkenalkan diri.

Beres kajian, mulailah sesi tanya jawab. Saya nyiapin buku catatan, sok rajin sambil masih malu-malu karena belum kenal siapa-siapa. Akhirnya suasana pun cair gara-gara ada ‘piring terbang’ lewat, seorang peserta pun nawarin saya makanan ringan dan ngajak kenalan.

Semua berjalan seperti biasa, saya sebutin nama dan beliau juga nyebutin nama, sampai ke pertanyaan darimana dan angkatan berapa, mulai identitas saya terbongkar. Saya juga sedikit canggung, karena beliau angkatan 2008 sementara saya 2010. Kakak itu langsung heran, "2010 emang udah masuk ya?" saya pun jawab, "iya jurusan saya udah masuk duluan, kak". Saya yang cupu dan polos ini, ngga nyangka bakal jadi anggota termuda, karena saya satu-satunya maba yang ikut kegiatan GAMUS kala itu. Ya iyalah, orang belum pada masuk, paling yang SP aja. Jurusan saya saja yang kerajinan, udah kuliah duluan.

Ngomong-ngomong soal jurusan, tanda tanya pun semakin membesar ketika peserta lain yang duduk tidak jauh dari saya penasaran dan ikut bertanya, "jurusan mana?" Saya jawab, "MBTI Internasional". Dan kali ini yang heran tidak hanya satu orang, tapi banyak, dengan pertanyaan yang sama "emang ada ya jurusan MBTI internasional?". Deg, saya pun semakin sungkan tidak karuan, apalagi ditambah perbincangan yang ramai di seberang sana, peserta dari kalangan mbak-mbak juga ikut nimbrung dengan topik yang sama. Digosipin dah..

Keributan itu pun sedikit teratasi setelah kakak yang di depan tadi berusaha menenangkan dan meminta peserta untuk fokus karena kajian sudah selesai dan akan ditutup untuk bersiap-siap shalat dzhuhur. Benar-benar terkesan dengan kakak yang satu ini, dengan bijaksananya menyelamatkan saya dari suasana yang cukup menegangkan.

Hari itu, saya ketemu dengan kakak-kakak GAMUS yang di kemudian hari menjadi orang-orang hebat yang menginspirasi, yaitu: Kang Afdil, Bayu, Wijang, Ika, Lutfi, Angki, dan banyak lagi. Khususnya Kang Adi Susanto, sang moderator yang belakangan saya baru tahu ternyata beliau itu Presiden alias Ketua GAMUS saat itu. Rasanya jadi dewasa lebih cepat, karena temenan sama orang-orang yang jauh, jauh lebih dewasa. Rasanya beruntung dan bersyukur banget. Semenjak saat itu, saya sering mampir ke sekre GAMUS di Gegerkalong, bahkan sering nginep di sana, sampai sekarang, hehe.

**

To Be Continued... Part 3: Bertemu Teman Sebaya, Akhirnya...

No comments:

Post a Comment

Popular posts