Kenapa harus memilih?

  • 0
Berkaca dari fenomena pilpres kali ini, muncul sebuah pertanyaan: "Kenapa sih harus ribut milih 1 atau 2, kan dua-duanya sama-sama pingin memajukan bangsa indonesia? Kenapa ngga kerjasama aja sih?"
Kemudian saya coba menjawabnya:
Nah iya, setuju sih kalau keduanya pasti punya keinginan yang sama untuk memajukan Indonesia, dan untuk mencapai itu juga diperlukan kerjasama, namun ada hal mendasar yang menjadi sebab kenapa harus diadakan pemilihan, karena memang itu yg diperlukan.

Coba kita pikirkan, kenapa kita harus memilih antara kiri atau kanan ketika di persimpangan? Bukankah keduanya sama-sama jalan yang bisa dilewati? Bukankah mau lewat mana saja bisa sampai ke tujuan?

Kemudian saya pun berfikir, Jawabannya bisa ya bisa juga tidak.

Jawabannya bisa iya, kalau kita tahu betul kondisi antara keduanya, baik-buruknya, kita yakin kalau kita melewati diantara kedua jalan tersebut, kita akan sampai tujuan dengan selamat. Maka mau yang manapun bagi kita sama saja. Terserah kita.

Tapi jawabannya bisa juga tidak, kalau kita hanya tahu kondisi di salah satu jalan saja, atau malah sama sekali tidak tahu kondisi keduanya. Akan beda hasilnya, antara kita memilih lewat jalan ke kiri dengan jalan ke kanan, bisa sampai bisa juga tidak.

Beruntung jika jalan yang kita pilih ternyata memang bisa mengantarkan kita ke tujuan dengan selamat dan tepat waktu, tapi bagaimana jika ternyata jika jalan yang kita pilih itu justru menjadikan kita tersesat dan jalannya pun banyak lubang sehingga kita terlambat sampai tujuan?
"Terus apa masalahnya kalau milih dua-duanya, tetap sama aja kan, katamu juga tadi gitu?"
Kembali lagi, saya kira soal persimpangan ini adalah tentang pilihan. Memang keduanya sama-sama bisa mengantarkan ke tujuan, tapi kita harus memilih.

Kenapa? Karena kita tidak bisa melalui dua jalan sekaligus dalam waktu bersamaan, kita hanya bisa melewati salah satu dari keduanya. Kita bukan amuba yang bisa membelah diri, atau naruto yang bisa jurus kagebunshin (memperbanyak diri). Kalaupun bisa, belum tentu kendaraan yang kita gunakan bisa jadi dua.

Selain itu, hidup ini memang soal pilihan. Taruhlah kedua jalan sama baiknya, sama nyampenya, tetap kita akan memilih bukan? Karena ya itu tadi, kita cuman bisa lewat di salah satunya. Pun, keduanya sama, agar bisa memilih mungkin kita akan punya pertimbangan lain seperti waktu misalnya, kita memilih mana yang waktu tempuhnya lebih singkat. Atau pertimbangan lainnya, bisa rasional bisa emosional, atau opsional juga proporsional, asal jangan halusional hehe.

Begitupun dalam pemilu kali ini, kenapa harus memilih diantara kedua calon? Jawabannya, karena negara tidak bisa dipimpin oleh 2 presiden dalam waktu bersamaan, dan karena sistem yang berlaku adalah demokrasi pancsila maka rakyat harus menentukan pilihan siapa yg akan jadi presidennya.

Tidak bisa misalnya, keduanya jadi presiden, karena akan sangat kacau negeri ini. Bayangkan sebuah kapal yang dikemudikan dua nahkoda, satu ingin belok ke kanan satu ingin belok ke kiri, kan berantakan jadinya.

Lalu apa hubungannya antara pilihan itu dan kerjasama dalam bernegara nanti? Banyak. Karena yang dibahas adalah pemilihan presiden, maka yang saya ambil contoh adalah terkait dengan kepresidenan.

Anggaplah misalnya, pemerintah akan mengeluarkan suatu kebijakan. Maka akan sangat membingungkan nantinya jika keduanya jadi presiden, ketika UU yang sudah disepakati harus ditandatangani oleh presiden, dan keduanya rebutan saling ingin tanda tangan. Si A bilang, "Saya yang tanda tangan, kan saya presidennya!", begitu juga si B bilang hal yang sama.

Atau misalnya negara lain ingin mengajukan proposal kerjasama, kan ngga lucu banget kalau utusan negara itu kebingungan karena kata staf Istana Negara yang satu presidennya bapak A, tapi kata staf yang lain presidennya bapak B. Trus harus minta tanda tangan ke siapa?

Okelah mungkin keduanya punya hak yang sama, dan sah saja mau siapa yang tanda tangan. Lalu masalah akan timbul saat salah satu dari mereka tidak setuju dengan kerjasama, dan dia menghalang-halangi yang satunya untuk tanda tangan.
Tentu itu akan menghambat proses kerjasama kan?
"Oh, bukan gitu maksudnya, tapi dua-duanya kerjasama dalam membangun Indonesia gitu, antara mereka berdua, kok nyambungnya ama negara lain.."
Hmm. Kalau soal itu menurut saya pemilihan ini juga perlu, karena kerjasama juga perlu adanya pembagian peran. Sebuah kerjasama kan terjadi antar pihak-pihak yang berbeda, masing-masing punya perannya sendiri. Dalam bernegara, tidak mungkin semua jadi presiden, atau semua jadi rakyatnya. Tidak mungkin semua jadi presiden, harus ada yang jadi menteri, gubernur, walikota, dll.

Dengan pemilihan ini akan jelas siapa yang mendapat peran jadi presiden, siapa yang dapat peran lain. Kalau jelas kan bisa lebih enak kerjasamanya, kalau ngga jelas kan bingung juga.

Untuk memilih tentunya setiap orang punya pertimbangan masing-masing, dan itu boleh-boleh saja. Tapi pada dasarnya kita memilih karena yang satu cenderung "lebih" dari yang lain. Bisa jadi lebih baik, atau kita lebih suka, lebih pantas, atau lebih yang lain.. (berat badan? Ups hehe)
"Lalu kenapa ada yang ngga milih? Golput katanya..?"
Kata siapa golput ngga milih, kan tidak memilih itu juga pilihan, pilihan hidup hehe..

Jadi jelas kan, kenapa harus milih diantara dua?
"Hmm.. Iya ya.. eh tapi, gue udh terlanjur milih dua-duanya kemarin, gimana dong?"

Waduh... ngga sah dong bro..
**
Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Sebagaimana kita memilih jalan ke kiri atau kanan di persimpangan, kita harus siap dengan apa yang akan kita hadapi di jalan yg sudah kita pilih.

Ketika kita sudah memilih siapa yg akan menjadi presiden diantara kedua calon yg ada, kita harus siap dengan segala kondisi yg akan kita jalani, baik-buruknya, baik mulus maupun berlubang, senang maupun susah kita harus siap menerimanya.

Atau pun, kita memilih untuk tidak memilih, kita lepas tangan dan memilih untuk keluar dari jalan yang ada sekarang, ya silahkan.. Tapi ingat juga, pasti ada konsekuensinya dan saya yakin yang golput pun tahu apa konsekuensinya.

Suka atau tidak, terima atau tidak, presiden yang terpilih nanti dialah yang akan jadi presiden, bukan kita, bukan orang lain. Itu realita yang harus dihadapi. Tinggal bagaimana kita menjalani realita itu, meski itu bukan pilihan kita, ya harus kita terima. Kalau tidak, ya silahkan lakukan yang terbaik sesuai peran kita sebagai rakyat, itu saja.

Wallahu a'lam bisshawab
Iqbal Arubi

No comments:

Post a Comment

Popular posts