Menjahit Luka

  • 0
Modified by Iqbal Arubi. Original Image taken from here

Saat pakaian berlubang, kita bisa dengan mudah mengenali. Tapi lubang di dalam hati? 

Saat pakaian berlubang, akan terlihatlah bekas luka yang kau sembunyikan. Saat hati berlubang, akan terlihat kesedihan yang kau sembunyikan. 

Awalnya lubang itu kecil dan kau tak peduli, lama-kelamaan ia menjadi besar tanpa kau sadari.

** 

Beberapa hari yang lalu, saya pergi untuk menjahit celana saya yang sedikit berlubang, dan juga tas ransel yang resletingnya sudah ‘anjlok’ alias out-of-track. You know out-of-track? itu loh yang disingkat OOT, yang kalau orang ngobrol ga nyambung dengan topik yang lagi dibahas. Eh bukan ya? ya, anggep aja mirip lah... Lanjut, nah gara-gara resleting anjlok itu, sampai-sampai harus di’ganjel’ dengan peniti.

Setiap kali saya pakai, saya harus ekstra sabar untuk menjelaskan kepada orang yang meneriaki saya, kalau itu tas emang rusak. Seringkali juga khawatir sendiri, karena banyak orang yang mengingatkan bahwa saya lupa menutup resleting (resleting tas maksudnyaa), khawatir isinya berhamburan keluar.

Saking seringnya diingatkan begitu, saya sampai tidak bisa membedakan apakah itu tas bener-bener lupa ditutup, atau lagi-lagi karena memang yang dimaksud itu bagian yang resletingnya rusak.

Saya pun mencari tukang jahit terdekat. Coba tanya bibi yang kerja dirumah, katanya suka ada yang nongkrong di masjid komplek, tapi akhir-akhir ini jarang muncul lagi. Oke, cari alternatif lain. Sambil berangkat ke kampus (gegerkalong), sepanjang jalan saya celingukan mencari selembar petunjuk berbahan flexy (bilang aja spanduk, susah amat -_-) yang menandakan di sana terdapat tukang jahit. Hasilnya, NIHIL. Bukan karena tidak ada, tapi tidak kelihatan. Mungkin karena radar tukang jahit saya belum di install, jadinya kurang peka atau saya ngga bakat jadi tukang jahit? #skip.

Saya pun ingat dulu sempat menjahit celana jeans di dekat kampus, lebih tepatnya di pertigaan daerah KPAD-Gegerkalong (yang ngga tahu, makanya main ke Bandung). Di sana harganya cukup murah, cepat dan hasilnya juga lumayan bagus (kok jadi promosi..). Maka, sepulang dari kampus saya pun langsung meluncur kesana.

Sesampainya disana, karena hari menjelang siang dan sarapan tadi pagi sudah menguap dalam perut, demi menghemat pengeluaran, saya pun membeli sepotong roti kecil yang dijual di toko sebelah tukang jahit, lumayan buat mengganjal sampai sore.

Saya pun menyerahkan diri tas dan sepotong celana yang babak belur dihajar gaya gesek, alias jadi saksi bisu si empunya yang habis kecelakaan. Untungnya si petugas ga nanya macam-macam, takut dikira itu hasil nyolong dari masjid sebelah, kan repot urusannya.

Sambil menunggu si mas meriksa gerombolan tas dan celana yang saya bawa, saya pun mengamati petugas lain yang sedang bekerja *NB: petugas=tukang jahit. Salah seorang nampak sibuk mengendali kuda supaya baik jalannya memeriksa jahitan jeans ditemani lampu yang cukup terang (mirip forensik yang menyelidiki sidik jari di TKP *efek kebanyakan nonton CSI), seorang lagi dengan santainya membaringkan jasad celana jeans yang sudah diautopsi. Cukup, bahasanya makin ngawur.

Satu hal menarik yang saya amati, yaitu saat si mas menjahit, saya perhatikan saat kain dibentangkan, benang dipanjangkan, dan jarum jahit berderak seperti senapan peluru, yang dalam satu detiknya tak terhitung berapa kali jarum itu turun-naik menusuk lembaran kain yang tak berdaya itu, kasihan.

Sejenak saya meresapi kejadian itu, tiba-tiba terbayang gimana seandainya saya yang jadi kain itu, pasti sakit rasanya, seketika saya pun merasa merinding membayangkannya. Saya kemudian berfikir lagi, lubang, jahit, jarum, seperti semacam rangkaian hikmah yang tak terduga.

Lamunan saya pun terhenti saat si mas menyodorkan lembar hasil diagnosis beserta tagihan yang harus saya bayar, untungnya disana pembayaran bisa dilakukan setelah barang sudah jadi, maka saya pun pulang hanya dengan membawa nota pesanan itu, dan tahukah sahabat, notanya berwarna biru *ga penting.

Sejenak, adegan itu terhenti seperti menekan tombol pause.

**
Malamnya, saya masih terngiang kejadian tadi di tukang jahit, terutama saat proses penusukan oleh jarum-jarum tak berperike-kainan itu. Saya pun mendapatkan satu inspirasi:

Seperti menjahit lubang pakaian, begitu pula menjahit luka di hati. Ada harga yg harus dibayar agar bisa sembuhkan hati.

Ya, lubang di pakaian kita, ibarat lubang di hati kita.  Eits tadi katanya luka, kok sekarang lubang? yang bener yang mana?
Sama saja sih, sama-sama ninggalin bekas.. ya sudahlah kita sepakati saja lubang itu buat pakaian, dan luka itu buat hati. Analogi yang aneh. Biarin, suka-suka saya :p

Ya, ketika celana kita berlubang, kita pasti merasa ngga enak, entah ketahuan ga punya celana lain, takut dikira anak punk, dll. Yang pasti karena lubang itu, bagian tubuh kita yang seharusnya tertutup jadi sedikit terlihat, kan malu..

Saat pakaian berlubang, kita bisa dengan mudah mengenali. Tapi lubang di dalam hati? 
Saat pakaian berlubang kita mungkin malu pada teman sendiri, saat hati berlubang kita akan malu pada diri sendiri 
Lubang di pakaian membuat orang lain tidak nyaman, lubang di dalam hati membuat diri sendiri tidak nyaman 
Saat pakaian berlubang, akan terlihatlah bekas luka yang kau sembunyikan.  
Saat hati berlubang, akan terlihat kesedihan yang kau sembunyikan.
....

Lubang di pakaian mungkin mudah dikenali, karena kelihatan jelas, meskipun itu hanya sebesar beras. Nah, kalau lubang di hati? eaaa..

Masalah lubang di hati, sepertinya kita harus tanya sama Band Letto, bukan karena mereka tukang galian, tapi memang salah satu judul lagunya ya itu, Lubang di Hati.. Tapi, tulisan ini ngga bermaksud buat galau, apalagi ngebahas lagunya Letto diatas, tapi ini hanya sekedar refreshing, berbagi uneg-uneg saja, semoga bermanfaat :)

Nah, kalau udah lubang gitu, pastinya harus segera ditutup kan, beruntung yang lagi punya duit bisa langsung dijahit, tapi yang lagi bokek dan itu celana satu-satunya karena yang lain belum dicuci, mau tidak mau harus cari akal buat nutupinnya entah dengan cara apapun. Bisa pake selotip, daun, keresek, sampai staples/dijepret *pengalaman pribadi.

Ya gimanapun caranya, yang penting untuk sementara itu lubang jangan sampe kelihatan. Belum lagi kalau mau shalat, kan bisa ngga sah shalatnya..
Tapi pastinya kita semua sepakat kalau masalah sekecil apapun harus diselesaikan dengan tuntas, jangan cuma sekilas, karena kalau hanya sekilas, masalah itu akan tetap ada dan bisa jadi akan lebih besar nantinya.

Awalnya lubang itu kecil dan kau tak peduli, lama-kelamaan ia menjadi besar tanpa kau sadari.

Begitu juga soal ini, kita pasti ingin pakaian kita kembali seperti sedia kala seperti fungsinya, menutup bagian tubuh kita supaya terhindar dari sinar UV dan radikal bebas *ceileh. Maka sudah barang tentu menjahitnya adalah salah satu solusinya. Selain Lembiru tentunya (Lempar beli baru :p)
Masih ingat adegan ketika jarum berderak-derak menusuk kain yang dijahit? Nah gitu tuh rasanya kalau kita lagi 'berperang' dengan rasa sakit ketika kita berusaha mengobati luka yang ada di hati kita.. *tragis bener.. emang iya.. udah pengalaman soalnya :p

Mungkin terasa sakit saat jarum-jarum itu menusuk tepian hati, tanpa peduli jika kau sedang merintih. 

Saya jadi membayangkan gimana rasanya kalau yang dijahit itu bukan kain, tapi kulit, pasti kerasa bener sakitnya. Hiiy..
Nah itu juga yang pernah saya rasakan (luka hatinya dijahit? Bukan, kulit saya dijahit :O), terasa nyeri saat jarum itu masuk dan diikuti seutas benang yang kemudian menancap kedalam kulit... stop stop!!, nanti ga jadi lanjutin baca deh..

Ada kalanya kita merasa dalam proses penyembuhan itu, amat perihm nyeri, sakit yang kita terkadang tidak sanggup menahannya. Entah itu luka karena dikhianati, dibohongin temen, proposal skripsi ditolak ratusan kali (jangan sampe deh), dsb.

Kadang terasa tusukan itu seperti siksa yang amat pedih, membuatmu putus asa karena tak sanggup menahan perih.

Pasti, karena kita sebagai manusia pada dasarnya memang lemah. Tahu darimana, emang pernah neliti? engga, cuman pernah baca.. penelitian? bukan, al-qur'an :)

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah” (Q.S. Annisa; 28)

Ayat tersebut tidak hanya berlaku untuk wanita saja, meskipun suratnya judulnya annisa (perempuan), tapi juga untuk seluruh manusia, artinya laki-laki juga. Kecuali, redaksi ayatnya ".. dan wanita dijadikan bersifat lemah.." baru kita bisa bilang yang lemah itu cuman wanita..

Maka, gimana supaya kita bisa mengatasinya,dan mengalahkan rasa lemah itu, sederhana, S-A-B-A-R. Sabar. Ya satu kata yang mudah sekali diucapkan, tapi kadang sulit dilakukan *termasuk saya sendiri masih belajar.

Bersabarlah, karena rasa sakit yang terasa hanyalah sementara. Bahagia pasti akan terasa pada saatnya.

Sakit itu adalah perjuangan yang harus kau lewati, demi mendapatkan sepotong hati yang utuh kembali.

**

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah 155)


Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Ali ‘Imran: 200)
**
 Banyak sekali ayat dan hadits yang menceritakan tentang sabar. Bagaimana sabar sesungguhnya? coba cari tahu tentang sabar, pelajari dari ahli ilmu, dan juga banyak-banyak latihan, praktek. Karena sabar itu proses bukan sekedar kata.

Jika kau ingin lukamu segera pulih, kuatkan dirimu dan juga hatimu. 

Semakin cepat luka itu ingin kau jahit, semakin cepat pula jarum itu kan menusuk. Begitulah hukumnya.

Semakin kau paksakan untuk segera sembuh, semakin kuat pula rasa sakit itu kan memaksamu untuk bertahan.

Bersabarlah, dan tambahkan kesabaranmu....

Teras Imaji, 5 Januari 2014 23:30

**
*NB: Masih tersisa satu ruang untuk sahabat renungkan, apa yang dimaksud dengan 'jarum' di sini? entahlah, itu terserah padamu, kau bebas mengartikannya dengan apapun, saran saya apapun yang kau pikirkan tentang jarum itu, tetaplah berprasangka baik :)

Untuk setiap episode dimana kita berjumpa, ada kalanya tutur kata meninggalkan luka. Atau mungkin hanya sikap kita sendiri yang menjadikan ia seolah luka, padahal tak begitu adanya. Maka sikap bijaksana dan prasangka baiklah yang harusnya kita dahulukan.

Terimakasih telah mengajariku tentang luka, agar kelak bisa mengobati mereka yang juga terluka.. Mengajari bukan berarti menjadi penyebab luka, tapi menjadi jalan agar bisa menyembuhkan luka itu.

Bersama kita jahit pakaian taqwa, bukan luka :)

No comments:

Post a Comment

Popular posts